Selasa, 23 Maret 2010

Selasa, 16 Maret 2010

OPENING FILM: CLARA

In conjunction of V film festival, Goethe-Institut presents:

Film Pembuka (khusus undangan)
Opening film (Invitation Only)
Rabu / Wednesday,  April 21,  2010,  7  PM, @GoetheHaus
CLARA 
Helma Sanders-Brahms, Germany, 2008, fiction, 109, German with English subtitle


In 1850. Robert, his wife Clara and their five children settle down in Dusseldorf where he has been accepted as a musical director. For the resourceful musician, who is considered more as one of the world’s greatest composers than a conductor, it turns out to be a bad decision. Nor is it a happy period for Clara, who is reduced to the role of a housewife instead of that of an acclaimed concert pianist performing throughout Europe to sold-out halls. That is, until she meets the young, brilliant Johannes Brahms. Clara and Johannes fall for one another. Robert, who is sick and suffering from severe depression, attempts to drown himself in the Rhine River. His life is saved and he commits himself to a sanatorium. The relationship between Brahms, who cares for the family financially, and Clara grows even more intense. When Robert dies two years later, all the obstacles seem to have disappeared for them. Clara, however, refuses to marry again. Robert’s shadow still weighs too heavily on her. But she will go on playing his and Johannes’ music in the world’s concert halls, expressing her feelings for him and for the moments of darkness they both experienced with Robert.

Tahun 1850 Robert dan istrinya Clara beserta kelima anak mereka pindah ke Duesseldorf. Robert baru saja diterima bekerja sebagai direktur musik. Bagi pemusik hebat seperti Robert, yang lebih layak disebut komposer hebat dunia daripada seorang konduktor, keputusan ini ternyata merupakan kesalahan. Masa ini juga bukanlah masa yang membahagiakan bagi Clara karena di sini dia menjadi ibu rumah tangga biasa daripada seorang pianis ulung yang telah melakukan pertunjukan di seluruh Eropa. Sampai akhirnya dia berjumpa dengan Johannes Brahms yang muda dan cerdas. Clara dan Johannes saling jatuh cinta. Robert yang sakit dan menderita depresi berat, berupaya untuk menenggelamkan dirinya di sungai Rhine. Dia berhasil diselamatkan dan mau dirawat di sanatorium. Sementara itu hubungan antara Brahms, yang akhirnya menyokong keuangan keluarga ini dan Clara semakin berkembang. Ketika Robert meninggal dua tahun kemudian, tampaknya semua penghalang bagi hubungan mereka telah lenyap. Namun, Clara menolak untuk menikah kembali. Bayangan Robert masih berat menekannya. Tapi Clara akan terus memainkan musiknya dan musik Johannes di konser kelas dunia, satu cara mengungkapkan perasaannya kepada Johannes and demi masa-masa kegelapan yang mereka alami bersama Robert.     

Minggu, 14 Maret 2010

V FILM FESTIVAL 2010:Fringe Event



DISKUSI / DISCUSSION
Kamis, 22 April 2010, 4PM @Serambi Salihara
Thursday, April 22, 2010, 4PM @Serambi Salihara

FILM, TUBUH PEREMPUAN, DAN SENSOR
FILM, WOMEN’S BODIES, AND THE CENSOR
Pembicara: Novi Kurnia dan Intan Paramaditha 
Moderator: Veronika Kusumaryati
Open to the public & FREE ADMISSION

Berbicara tentang sensor dalam dunia film, maka mayoritas aspek yang ”digunting” adalah tema atau gambar tubuh perempuan. Salah satu contoh: film dokumenter karya Ucu Agustin, Perempuan: Kisah di Balik Guntingan (Kalyana Shira, 2008), menampilkan adegan-adegan penyensoran dalam Perempuan Punya Cerita (Kalyana Shira, 2008). Penyensoran itu menggunakan dalih moralitas, adat, karakter bangsa, dan agama. Mengapa tubuh perempuan sering menjadi sasaran sensor dalam film? Ada apa dengan tubuh perempuan? Ikuti diskusinya bersama Novi Kurnia, dosen Jurusan Komunikasi Fisipol UGM dan mahasiswa doktoral di Department of Women’s Studies, Flinders University, Australia dan Intan Paramaditha, mahasiswa doktoral di departemen Cinema Studies, New York University, Amerika Serikat. Diskusi akan dipandu oleh Veronika Kusumaryati, pengaji dan kurator film. Acara ini adalah bagian dari V Film Festival dan disponsori oleh Hivos. 

In discussing censorship in film, most of what is cut involves  themes or pictures of women’s bodies. One example: the documentary film by Ucu Agustin, Perempuan: Kisah di Balik Guntingan (Kalyana Shira, 2008), shows scenes that were censored from the film Perempuan Punya Cerita (Kalyana Shira, 2008). Censorship uses the pretexts  of morality, customs, national character, and religion.  Why do women’s bodies often become the target of film censors?  What’s the matter with women’s bodies?  Join in the discussion with Novi Kurnia, lecturer in Communications in the Socio-political Department  of UGM and a doctorial candidate in the Departent of Women’s Studies at Flinders University, Australia and Intan Paramaditha, doctorial candidate in Cinema Studies, New York University, U.S.  Fim critic and curator Veronika Kusumaryati will moderate the discussion.  This event is part of the V Film Festival and is sponsored by Hivos.


WORKSHOP
Sabtu – Minggu, 24-25 April 2010, 10AM @Serambi Salihara
Saturday – Sunday, April 24-25, 2010, 10AM @Serambi Salihara
Fasilitator: Aquino Hayunta, Chika Noya, Afra Ramadhan
WORKSHOP YOUTH AND DIVERSITY “PLURALISME DI TENGAH ANAK MUDA”

VFF 2010 mempersembahkan isu pluralisme, keberagaman dan identitas anak muda melalui berbagai program pemutaran film. Pluralisme yang tidak bisa dilepaskan dari demokrasi menjadi rentan ketika negara beserta institusi-institusi di bawahnya turut campur dalam wilayah agama. Bukannya mengakomodasi pihak minoritas dan mendukung pluralisme, negara justru memberi kesempatan pada kalangan fundamentalis  untuk menegakkan kepentingannya. 
Kegiatan ini berupa workshop yang akan diikuti oleh 20 peserta dari latar belakang sekolah yang beragam dan akan berlangsung selama dua hari. Dalam workshop ini mereka akan mendapatkan materi mengenai isu pluralisme dan isu terkait, serta penulisan naskah dan produksi film. Peserta diharapkan dapat memahami isu pluralisme, demokrasi dan HAM dalam kehidupan remaja sekarang, dan bagaimana mereka sebagai agent of change dapat berkontribusi bagi perubahan komunitas remaja yang berperspektif kemanusiaan dan keberagaman.
VFF 2010 presents issues of pluralism, diversity and identity of young people through various program such as film’s screening. Pluralism can’t be separated from democracy becomes vulnerable when the state and its institutions under interfere in the religious area. Rather than accommodate and support the minority pluralism, instead of allowing the fundamentalists to enforce their interests.
This workshop will be attended by 20 participants from any school with a different background and will be held for two days. In this workshop they will find material on the issue of pluralism and related issues, as well as script writing and film production. Participants are expected to understand the issues of pluralism, democracy and human rights in their life right now, and how they as an agent of change can contribute to changes in adolescent community and diversity humanitarian perspective.

DISKUSI / DISCUSSION
Sabtu, 24 April 2010, 2.15PM @GoetheHaus
Saturday, April 24, 2010, 2.15PM @GoetheHaus  

FGD SUTRADARA PEREMPUAN INDONESIA 
Mencari Ruang Pertukaran dan Diskusi Sutradara Perempuan
FGD INDONESIAN WOMEN DIRECTOR: 
Looking for Exchange Space and Discussion Forum for Women Director

Sama seperti tahun lalu, VFF 2010, berusaha mendukung forum diskusi sutradara perempuan, untuk pembelajaran dan kerjasama antar para sutradara perempuan. Tujuan dari diadakannya focus group discussion ini adalah memetakan berbagai persoalan yang dihadapi oleh sutradara perempuan dalam membuat karya film yang mengusung permasalahan perempuan dan atau menggunakan perspektif perempuan. Diskusi khusus ini akan difasilitasi oleh Novi Kurnia, Dosen Universitas Atma Jaya dan sedang melakukan penenelitian tentang film-film yang disutradarai oleh sutradara perempuan. FGD ini akan dihadiri kurang lebih 20 sutradara perempuan indonesia.
Almost similar like last year festival, VFF 2010, has always supported discussion forum for women directors, to gather lesson learn and collaboration work between the women directors.  The goal for this focus group discussion is to map various problem faced by the women directors, especially in producing women films with women issues or with a women perspective. This special discussion will be facilitated by Novi Kurnia, a lecturer from Gajah Mada University, who is working on a thesis on women films by women directors. The discussion will be attended by about 20 women directors from Indonesia.