Selasa, 24 Februari 2009

Jurnal Perempuan, "Pencerahan dan Kesetaraan"

Berawal dari kepedulian akan begitu minimnya bacaan tentang feminisme di Indonesia, maka pada tahun 1995, maka Gadis Arivia bersama Ida Dhani dan Asikin Arif mendirikan sebuah organisasi bernama Yayasan Jurnal Perempuan (YJP).

Dalam perkembangannya YJP kian serius dalam memikirkan isi dan kemasan Jurnal Perempuan yang hingga akhir Desember 2008 telah mencapai edisi ke 60 dan terdistribusikan hampir di seluruh toko buku ternama di Indonesia. Selanjutnya di tahun 1998 YJP menerima tawaran dari Internews Indonesia untuk mencoba sebuah bidang yang baru dan penuh tantangan yakni memproduksi program radio bernama Program Radio Jurnal Perempuan (RJP) yang mengangkat berbagai isu dan persoalan perempuan khususnya di tingkat lokal.

Program Radio Jurnal Perempuan hingga kini tetap mengudara setiap minggunya dan menyapa pendengar di Indonesia bersama 180 stasiun radio mitra kerja YJP di seluruh pelosok tanah air. Hingga kini RJP telah menghasilkan lebih dari 400 program yang menyuarakan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender. Selain RJP, Jurnal Perempuan Online atau lebih dikenal JPO, mencoba meliput berita harian khas perempuan atau yang menyuarakan isu perempuan dan kesetaraan, juga menampilkan tulisan dan kajian artikel perempuan ataupun refleksi, dengan membuka kesempatan pembaca untuk ikut berpartisipasi menulis.
Tantangan dan kesempatan kian hari semakin menarik untuk dijajaki, sembari terus menyuarakan kesetaraan gender, ucapan terima kasih tak terhingga kepada berbagai pihak yang selama ini tak lelah memberikan dukungan kepada YJP apaun bentuk dukungan itu, terbukti akhirnya itu sangat membantu YJP agar tetap eksis hingga 8 tahun kini. Selanjutnya pada tahun 2000 YJP kembali menjajal bidang baru yakni pembuatan film dokumentasi. Divisi ini selanjutnya dinamai Video Jurnal Perempuan yang hingga saat ini telah berhasil memproduksi 3 film dokumentasi yakni “Kekerasan terhadap Perempuan”, “Perempuan di Wilayah Konflik” serta “Perdagangan Anak dan Perempuan”.

Divisi Majalah CHANGE (majalah gratis untuk anak muda), menjadi program baru YJP yang sangat berkomitmen ingin melibatkan generasi muda, untuk bersama belajar dan mengerti isu perempuan juga isu gender, dengan gaya penuturan yang lebih populer. Berbagai isu pengantar seperti HAM, isu lingkungan, demokrasi dan lainnya juga dicoba diintegrasikan dalam bahasa anak muda yang segar.

Sekarang ini dengan struktur terbaru paska Rencana Strategis, YJP dibagi menjadi 3 Program Besar yaitu Program Media (menerbitkan reguler Jurnal Perempuan, Radio Jurnal Perempuan, JP Online dan CHANGE magazine), Program Riset, Kajian dan Jaringan (penelitian, kerjasama integrasi pendidikan dan gender, advokasi dan perluasan jaringan) dan Program Pengembangan (membawahi promosi, ekspansi produk, toko buku Perempuan, event promosi dll). Diharapkan dengan struktur baru ini YJP menjadi lebih fleksibel dan bisa memperluas cakupan kerjanya.

Berbagai kampanye yang diselenggarakan oleh YJP antara lain adalah kampanye untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan tiap tahunnya dalam rangka memperingati hari anti kekerasan terhadap perempuan, kampanye stop perdagangan anak perempuan, training hak-hak perempuan, training gender untuk universitas, pembuatan modul-modul berperspektif gender, training jurnalisme berperspektif gender yang diselenggarakan tiap tahun, dan lain sebagainya. Meski banyak sekali hal yang harus dilakukan oleh YJP, namun kami yakin sama halnya rekan-rekan kami di LSM perempuan lainnya yang percaya bahwa suatu saat nanti masyarakat berkesetaraan gender akan segera terwujud.

Jumat, 20 Februari 2009

Komunitas Salihara

Komunitas Utan Kayu, sebuah kantong budaya di Jalan Utan Kayu 68H, Jakarta Timur, dibentuk oleh sebagian pengasuh Majalah Tempo sekitar setahun setelah majalah itu dibredel pemerintah pada 1994. Selain itu komunitas ini juga dibentuk oleh sejumlah sastrawan, intelektual, seniman dan wartawan. Komunitas ini terdiri atas Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Galeri Lontar, Teater Utan Kayu (TUK), Kantor Berita Radio 68H dan Jaringan Islam Liberal - tiga di antaranya bergerak di lapangan kesenian, yaitu Galeri Lontar, Teater Utan kayu dan Jurnal Kalam (yang secara terus menerus berupaya menumbuhkan dan menyebarkan kekayaan artistik dan intelektual, baik melalui pertunjukan kesenian, pameran seni rupa, ceramah dan diskusi tentang beragam topik, maupun lewat tulisan yang diterbitkan Kalam.

Komunitas Utan Kayu juga sudah terbiasa mengelola kegiatan berskala internasional, di antaranya Jakarta International Puppetry Festival (2006), Slingshot Film Festival (2006) dan International Literary Biennale - yang kali keempatnya berlangsung pada Agustus 2007.

Sayap kesenian Komunitas Utan Kayu, kini sudah berumur sekitar sepuluh tahun, bertekad meneruskan dan mengembangakan apa yang selama ini telah dicapai. Demi menampung perluasan aktivitas tersebut, para pendir dan pengelolanya lantas mengambil prakarsa membangun komplek Komunitas Salihara.

Berdiri di atas sebidang tanah seluas sekitar 3.060 m2 di Jalan Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Komunitas Salihara memiliki tiga unit bangunan utama, yaitu Teater Salihara, Galeri Salihara serta ruang perkantoran dan wisma.

Teater Salihara dapat menampung hingga 252 penonton. Ini merupakan gedung teater model black box pertama di Indonesia. Berdinding kedap suara, teater ini dilengkapi ruang rias serta segala peralatan tata panggung, tata ruang dan tata cahaya modern. Bagian atap Teater Salihara juga dirancang sebagai teater terbuka.

Galeri Salihara, berbeda dari kebanyakan bangun galeri umumnya, mengambil bentuk silinder dengan lingkaran sedikit oval. Ruang kosong dengan dinding melingkar tanpa sudut dan tanpa batas akan memberikan perspektif pandang yang lebih luas. Pusat jajan berikut aneka makanan dan minuman dengan pemandangan terbuka yang nyaman terletak di bawah bangunan ini.

Tak kalah unik adalah unit pembangunan empat lanta untuk perkantoran, perpustakaan, wisma dan toko buku. Lantai paling atasnya sebagian menjorok dan melayang di atas atap gedung teater, sedang paling bawahnya sebagian melesap ke dalam tanah.

Dari segi rancang bangun, komplek Komunitas Salihara dapat dipandang sebagai sebuah percobaan arsitektur yang menarik. Ia karya tiga arsitek dengan kecenderungan masing-masing. Adi Purnomo, Marco Kusumawijaya dan Isandra Matin Ahmad - masing-masing merancang gedung teater, gedung galeri dan gedung perkantoran, kemudian duduk bersama untuk memadukan rancangan ke dalam visi yang sama : membangun rumah baru bagi kesenian dan pemikiran yang ramah lingkungan dan hemat energi.

Komunitas Salihara akan tumbuh bersama khalayak yang makin cerdas, terbuka dan demokratis. Para pengelolanya percaya bahwa kepiawaian di bidang seni adalah investasi yang tak ternilai bagi pertumbuhan anak-anak bangsa sejak hari ini. Khalayak adalah bagian sangat penting dalam menyuburkan kepiawaian tersebut.


KONTAK :
Jl.Salihara No.16 Pasar Minggu
Jakarta Selatan 12520
No. Telepon : 021 789 1202 ext. 303 (Rama)
Fax : 021 781 8849
Email : rama@salihara.org [Public Relations]
URL : www.salihara.org

Kalyana Shira Foundation

Dibentuk pada September 2006, Kalyana Shira Foundation merupakan lembaga yang berdiri atas dasar kepedulian pada masalah perempuan, anak-anak dan kaum marjinal di Indonesia. Selain itu, Kalyana Shira Foundation juga dibentuk untuk kepedulian atas isu-isu perempuan dan isu-isu lain yang menjadi marjinal dalam industri film Indonesia. Pasalnya, dalam stagnasi UU Perfilman di Indonesia saat ini, semakin kecil kemungkinan untuk bisa memproduksi dan menayangkan film-film dengan topik sensitif dan marjinal.
Meskipun masih berusia muda, individu-individu yang terlibat di dalam Kalyana Shira Foundation telah mendedikasikan karyanya untuk menghidupkan kembali industri film di Indonesia. Nia Dinata, pendiri dan ketua Kalyana Shira Foundation, adalah sosok yang dikenal luas di kalangan perfilman Indonesia dan internasional. Karya-karyanya selalu menyentuh isu perempuan dan kelompok yang termarjinalkan.
Film Ca Bau Kan (tayang pada 2002) merupakan debut film fitur Nia. Film ini mengangkat kisah minoritas perempuan Cina pada masa penguasaan Belanda di Indonesia. Cerita ini diadaptasi dari sebuah novel dengan judul yang sama dan menjadi film pertama pada era pasca-reformasi yang mengambil fokus kehidupan komunitas Cina. Ca Bau Kan menerima penghargaan Best Promising New Director dan Best Art Director di Asia Pacific Film Festival, Seoul, Korea 2002.
Film keduanya yang berjudul ‘Arisan!’ (tayang pada 2003) merupakan sebuah drama komedi satir yang bercerita tentang permasalahan perempuan dan gay di kalangan kosmopolitan Jakarta. ‘Arisan!’ menerima berbagai penghargaan dari festival dalam negeri dan Best Picture, juga Best Audience Award di Cinemasia Film Festival, Amsterdam 2004. Karya terbarunya film ‘Berbagi Suami’ (tayang tahun 2006) menggulirkan isu kontroversial tentang kaum lesbian, dan poligami di tiga strata sosial yang berbeda di Indonesia.

Misi Kalyana Shira Foundation:
1. Mengedepankan dan menguatkan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan melalui medium audio visual.
2. Mengusahakan pemerataan hak dan meningkatkan kesejahteraan sosial untuk masyarakat Indonesia melalui medium audio visual .
3. Berpartisipasi aktif dalam menghilangkan bentuk-bentuk diskriminasi melalui medium audio visual.
4. Memajukan perfilman Indonesia dengan meningkatkan jumlah tenaga ahli dalam bidang kerja film.
Dalam mencapai misi nya, aktifitas Kalyana Shira Foundation meliputi:
1. Memfasilitasi kegiatan produksi, dan distribusi film dengan tema-tema demokrasi, kemanusiaan, kesetaraan gender, isu-isu perempuan, dan tema-tema marjinal.
2. Memfasilitasi dan menyelenggarakan aktifitas pendidikan film meliputi festival film internasional, pelatihan, workshop, seminar & diskusi, dan penayangan film.
3. Memfasilitasi dan menyelenggarakan kegiatan kerjasama produksi dengan lembaga-lembaga lain dari dalam dan luar negeri.

KONTAK :
Kalyana Shira Foundation
Sandy Monteiro
Jl. Bunga Mawar No. 9, Pangeran Antasari
Cipete Selatan, Jakarta Selatan, Indonesia
Telp: 021-7503223
Fax: 021-7694318
e-mail: kalyanashirafound@gmail.com
website: www.kalyanashirafound.org

Fringe Events

Selain pemutaran film, VFilmFestival juga akan mengadakan acara-acara lain yang terkait dengan isu perempuan. Di antaranya adalah :

Diskusi Youth and Sexuality
Waktu : Minggu 26 April 2009, 12.00 WIB
Tempat : Komunitas Salihara

Dalam lima tahun terakhir, perkembangan film tentang anak muda semakin intens. Berbagai film yang telah diluncurkan memperlihatkan sisi kehidupan perempuan dengan berbagai cara. Misalnya seperti yang terlihat dalam film fenomenal - yang membangkitkan dunia sinema Indonesia, yaitu Ada Apa dengan Cinta, Catatan Akhir Sekolah sampai film Mengejar Matahari.

Dengan banyaknya film-film yang mengangkat isu perempuan, maka mencoba melihat perspektif gender dalam film remaja akan menjadi sebuah bahan diskusi yang menarik. Selain itu, diskusi ini juga akan mencoba melihat perkembangan remaja dalam film Indonesia dewasa ini dan prospek-prospek yang tersedia bagi orang muda dalam proses kreatif di film.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Diskusi Feminist Film Theory
Waktu : Minggu 26 April 2009, 15.00 WIB
Tempat : Komunitas Salihara

Representasi dan seksualitas perempuan dalam film-film Indonesia masih memerlukan perhatian lebih bagi generasi sineas saat ini. Meskipun banyak film yang telah menjadikan perempuan sebagai sumber atau ide cerita, namun sebagian besar masih menempatkan perempuan sebagai objek, bukan subjek seksualitas.

Feminist Theory mencoba melihat film dalam perspektif feminis, terutama dalam kaitannya dengan perkembangan perfilman Indonesia dewasa ini.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Workshop Produksi Film dengan Perspektif Feminis

Waktu : Sabtu 25 April 2009, 10.00 WIB

Tempat : Komunitas Salihara

Workshop ini akan menelaah bagaimana sebuah produksi film Indonesia bisa memiliki nafas keberpihakan terhadap masalah-masalah perempuan di Indonesia dan bukannya melestarikan penindasan terhadap perempuan atau stereotip tentang perempuan. Hal ini harus disadari oleh para produser, baik produser laki-laki atau pun produser perempuan.



Untuk informasi lebih lanjut, hubungi panitia atau terus pantau perkembangan VFilmFestival di blog ini.

Kamis, 19 Februari 2009

V Film Festival 2009

Hari kelahiran Kartini, pejuang persamaan hak dan kesetaraan perempuan Indonesia selama ini selalu dirayakan dengan simbol-simbol domestifikasi perempuan yang jauh dari pemikiran Kartini sebagai perempuan yang kritis terhadap isu hak perempuan dan kolonialisme. Saat ini perjuangan perempuan diteruskan dengan berbagai aktivisme dan eksistensi nyata dalam ruang publik, salah satu diantaranya adalah berkarya dengan media film.


Dengan berkembangnya era informasi, perubahan social dan persilangan budaya, masyarakat berkembang menjadi masyarakat yang lebih kritis dan sangat membutuhkan wawasan baru terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Isu perempuan juga menjadi hal penting yang sering diperdebatkan di ruang public, baik itu berkaitan dengan masalah kekerasan terhadap perempuan, kepemimpinan, politik, kebijakan pemerintah yang banyak diantaranya bias gender, seperti syariah Islam, UU pornografi dan lainnya. Masyarakat membutuhkan informasi baru, hiburan baru dan juga mulai menyadari kebutuhan akan ruang-ruang yang alternative dalam menghadapi tuntutan perkembangan jaman. Media film menjadi jembatan yang cukup penting dalam melihat perspektif perempuan dengan kreatif.


Semakin pesatnya perkembangan perfilman di Indonesia membawa banyak nama sutradara-sutradara perempuan seperti Nia Dinata, Nan T Achnas, dll yang mampu mengeksplorasi isu perempuan dengan lebih popular ke layar lebar. Sejak tahun 1998, cukup banyak film bertemakan isu perempuan dan didukung oleh beberapa sineas muda yang membuat berbagai dokumenter tentang isu perempuan.


Dengan berkembangnya ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap film dengan tema isu perempuan, maka kami berinisiatif menyelenggarakan Festival Film Perempuan Internasional Pertama, sebagai suatu ajang penting dimana masyarakat bisa menikmati karya sineas perempuan dari seluruh dunia bertutur dan bercerita tentang dan untuk perempuan.








Tujuan


· Menyebarkan isu hak asasi manusia dalam perspektif perempuan ke masyarakat luas melalui media film.
· Mengenalkan film-film internasional yang bertemakan perempuan, seksualitas dan relevansinya dalam kehidupan masyarakat
· Memberi kesempatan bagi pekerja film perempuan untuk mengaktualisasikan karyanya dalam festival film perempuan yang rencananya akan dibuat reguler tiap tahun.
· Meningkatkan kolaborasi antara aktivis perempuan dan pekerja seni dalam menyelenggarakan perayaan hari Kartini sebagai momentum pembebasan perempuan.


Kalender Acara dan tempat
Tanggal pelaksanaan festival: 21 – 26 April 2009, komunitas Salihara, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan (lokasi dekat dengan kampus UNAS).


Daftar Kegiatan / Program Festival


Pembukaan Festival: 21 April 2009, jam 19.30, tempat Salihara.
Kegiatan utama; pemutaran film-film perempuan karya sutradara perempuan dari dalam dan luar negeri. 21 – 26 April 2009, di Salihara
Kegiatan terkait: diskusi-diskusi film dan workshop produksi film
Penutupan Festival, 26 April 2009, di Salihara.